DIELEKTRIK PADAT
2.1 Umum
Dalam teknik
tegangan tinggi, fungsi yang paling utama dari suatu bahan isolasi adalah untuk
mengisolasi konduktor yang membawa tegangan terhadap yang lainnya sama baiknya
terhadap tanah. Dan sebagai tambahannya, harus sering melakukan fungsi mekanis
dan harus mampu menahan penekanan termal dan kimia. Serta juga memiliki daya
tahan yang lama atau usia daya tahannya di bawah jenis-jenis penekanan yang
bervariasi yang dihadapi dalam praktek sebagai pertimbangan penentuan aplikasi
ekonomis.
Bahan dielektrik padat digunakan pada
hampir seluruh rangkaian listrik dan peralatan listrik untuk mengisolir
bagian-bagian pembawa arus dari bagian lainnya. Bahan dielektrik padat yang
baik harus mempunyai rugi-rugi dielektrikum yang rendah, kekuatan mekanis yang
tinggi, bebas dari kemungkinan pembentukan gas dan debu, dan tahan terhadap
perubahan temperatur dan pengaruh kimia.
Isolasi padat mempunyai kekuatan tegangan
tembus yang tinggi dibandingkan dengan isolasi cair dan gas. Studi yang paling
penting dalam teknik isolasi adalah studi tegangan tembus dari dielektrikum
padat. Jika terjadi tembus, maka isolasi padat akan rusak secara permanen
sedangkan pada isolasi gas akan kembali ke sifatnya semula dan pada isolasi
cair sebagian akan kembali ke sifatnya semula dan sebagian lainnya tidak.
2.2 Kekuatan
Dielektrik
Salah satu tujuan dari pengujian tegangan
tinggi adalah untuk meneliti sifat-sifat elektris dielektrik bahan yang telah
dipakai sebagai bahan isolasi peralatan listrik maupun yang masih dalam tahap
penelitian. Adapun sifat-sifat elektrik bahan dielektrik adalah :
1. Kekuatan
Dielektrik
2. Konduktansi
3. Rugi-rugi
Dielektrik
4. Tahanan Isolasi,
dan
5. Peluahan Parsial
Dalam
tulisan ini sifat elektrik yang akan dibahas adalah sifat kekuatan dielektrik
bahan isolasi. Suatu bahan dielektrik tidak mempunyai elektron bebas, tetapi
mempunyai elektron-elektron yang terikat pada inti atom unsur yang membentuk
dielektrik tersebut. Pada Gambar 2.1 diperlihatkan suatu bahan dielektrik yang
ditempatkan di antara dua elektroda piring sejajar. Bila elektroda diberi
tegangan searah, maka timbul medan elektrik (E) di dalam dielektrik. Medan
elektrik ini memberi gaya kepada elektron-elektron agar terlepas dari ikatannya
dan menjadi elektron bebas. Dengan kata lain, medan elektrik merupakan suatu
beban bagi dielektrik yang menekan dielektrik agar berubah menjadi konduktor.
Beban
yang dipikul dielektrik ini disebut juga terpaan medan elektrik (Volt/cm).
Setiap dielektrik mempunyai batas kekuatan untuk memikul terpaan elektrik.
Gambar 2.1 Terpaan Elektrik Dalam Dielektrik
Jika
terpaan elektrik yang dipikulnya melebihi batas yang diizinkan dan berlangsung
cukup lama, maka dielektrik akan menghantarkan arus atau gagal melaksanakan
fungsinya sebagai isolator. Dalam hal ini dielektrik dikatakan tembus listrik
atau "breakdown". Terpaan elektrik tertinggi yang dapat dipikul suatu
dielektrik tanpa menimbulkan dielektrik tembus listrik disebut kekuatan
dielektrik.
Tidak
selamanya terpaan elektrik dapat menimbulkan tembus listrik, tetapi ada dua
syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Terpaan elektrik
yang dipikul dielektrik harus lebih besar atau sama dengan kekuatan
dielektriknya.
2. Lama terpaan
elektrik berlangsung lebih besar atau sama dengan waktu tunda tembus dari
dielektrik.
Yang
dimaksud dengan waktu tunda tembus (time lag) adalah waktu yang dibutuhkan
sejak mulai terjadinya ionisasi sampai terjadinya tembus listrik. Untuk
tegangan sinusoidal frekuensi daya dan untuk tegangan searah syarat kedua di
atas tidak berlaku, karena waktu puncak tegangan berlangsung dalam orde mili
detik sedangkan waktu tunda tembus listrik ordenya dalam mikro detik. Tetapi
untuk tegangan impuls yang durasinya dalam orde mikro detik kedua syarat
tersebut harus dipenuhi. Untuk tegangan impuls sekalipun tegangan yang
diberikan telah menimbulkan terpaan elektrik yang lebih besar dari kekuatan
dielektrik, masih ada kemungkinan dielektrik tidak tembus. Kemungkinan ini
terjadi jika terpaan elektrik yang melebihi kekuatan dielektrik itu berlangsung
lebih singkat dari waktu tunda tembus listrik.
Lamanya
waktu tunda tembus listrik tidak merata, oleh karena itu ditentukan dengan
statistik, sehingga terpaan elektrik yang menimbulkan tembus listrik dinyatakan
dalam suatu harga statistik, yaitu harga yang memberikan probabilitas tembus 50
%. Tegangan yang menyebabkan dielektrik tembus listrik disebut tegangan tembus
atau breakdown voltage.
2.3 Dielektrik
Padat dan Proses Kegagalannya
Atom-atom yang menyusun zat padat terikat
kuat satu sama lain. Keistimewaan yang paling menyolok dari kebanyakan zat
padat adalah atom-atomnya (atau grup-grup atom) yang tersusun oleh sebuah
derajat tinggi dari urutan pola yang berulang-ulang yang teratur dalam tiga
dimensi yang disebut kristalin. Zat padat yang atom-atomnya disusun dalam
sebuah model yang tidak beraturan disebut non-kristalin atau tak berbentuk.
Oleh karena sebagian besar dari sistem pengisolasian komersial adalah zat
padat, studi kegagalan dielektrik padat menjadi sangat penting pada studi
isolasi.
Penerapan medan elektrik yang tinggi pada
material dielektrik padat dapat menyebabkan gerakan pembawa muatan bebas,
injeksi muatan dari elektroda-elektroda, penggandaan muatan, formasi ruang muatan
dan disipasi energi dalam material. Oleh karena kondisi-kondisi tersebut, yang
dapat terjadi secara tunggal atau kombinasi, maka akhirnya mengacu pada
material mengalami kegagalan elektris yang disebut juga breakdown.
Pada prinsipnya dan dalam kondisi percobaan
tertentu, mekanisme kegagalan dalam zat padat sama dengan proses yang terjadi
pada gas dan udara. Perbedaannya, kegagalan dalam zat padat sedikit lebih
rumit, karena ada mekanisme kegagalan yang tidak dijumpai pada kegagalan gas.
Nilai suatu zat padat tergantung dari cara dan kondisi pengukuran.
Mekanisme kegagalan pada zat padat merupakan
mekanisme yang rumit dan tergantung pada lama diterapkannya tegangan pada
material dielektrik tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2. Mekanisme
tersebut adalah sebagai berikut :
1. kegagalan asasi
(intrinsik)
2. kegagalan
elektromekanik
3. kegagalan streamer
4. kegagalan termal
5. kegagalan erosi
Gambar 2.2 Variasi tegangan tembus dan mekanisme
kegagalan dengan waktu penerapan tegangan
2.3.1 Kegagalan
Asasi (Intrinsik)
Kegagalan asasi atau kegagalan intrinsik
adalah kegagalan yang berasal dari atau disebabkan oleh jenis dan suhu bahan,
dengan mengabaikan pengaruh faktor-faktor luar seperti tekanan, bahan
elektroda, ketidakmurnian, kantong-kantong udara. Kegagalan ini terjadi jika
tegangan yang diterapkan pada bahan dinaikkan sehingga tekanan listriknya mencapai
nilai tertentu, yaitu 106 Volt/cm dalam waktu yang sangat singkat
(10-8 detik). Kegagalan intrinsik ini merupakan bentuk kegagalan
yang paling sederhana.
2.3.2 Kegagalan
Elektromekanik
Kegagalan elektromekanik terjadi
disebabkan oleh adanya perbedaan polaritas antara elektroda yang mengapit
isolasi padat. Jika pada isolasi padat tersebut diberikan tegangan dengan
polaritas yang berbeda, maka akan timbul tekanan (stress) listrik pada bahan tersebut yang dilanjutkan dengan
timbulnya tekanan (pressure) mekanis.
Tekanan mekanis ini terjadi akibat gaya tarik menarik F antar kedua elektroda
tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3 untuk tekanan listrik sebesar 106
Volt/cm dan akan dihasilkan tekanan mekanis sebesar 2-6 kg/cm2.
Gambar 2.3
2.3.3 Kegagalan
Streamer
Jika diterapkan tegangan V pada zat padat
yang terapit oleh elektroda bola-bidang, maka pada medium yang berdekatan,
misalnya gas atau udara, akan timbul tegangan. Gas yang mempunyai permitivitas
yang lebih rendah dari zat padat akan mengalami tekanan listrik yang besar.
Akibatnya, gas atau udara tersebut akan mencapai kekuatan asasinya. Karena
kegagalan tersebut maka akan jatuh sebuah muatan pada permukaan zat padat, sehingga
medan yang tadinya seragam akan terganggu. Konsentrasi muatan pada ujung
pelepasan ini dalam keadaan tertentu mengakibatkan timbulnya medan lokal yang
cukup tinggi (sekitar 10 MV/cm). Karena medan ini lebih besar dari kekuatan
intrinsik, maka akan terjadi kegagalan pada zat padat tersebut. Proses
kegagalan pada zat padat ini terjadi sedikit demi sedikit sehingga akhirnya zat
padat gagal seluruhnya.
2.3.4 Kegagalan
Termal
Bila suatu medan diterapkan dalam suatu
zat padat pada suhu normal, maka arus konduksi akan terjadi dalam bahan pada
umumnya kecil. Dalam hal ini tidak akan terjadi apa dalam zat padat, walaupun E
sudah cukup besar. Panas yang dibangkitkan oleh arus sebagian akan disalurkan
keluar dan sebagian akan digunakan untuk menaikkan suhu badan. Tetapi, jika
kecepatan pembangkitan panas di suatu titik dalam bahan melebihi laju
pembuangan panas keluar, maka akan terjadi keadaan yang tidak stabil dan pada
suatu saat bahan akan mengalami kegagalan. Kegagalan ini disebut kegagalan
termal.
2.3.5 Kegagalan
Erosi
Terjadinya kegagalan erosi disebabkan
oleh keadaan zat isolasi padat yang tidak sempurna. Ketidaksempurnaan tersebut
misalnya berupa lubang-lubang atau rongga-rongga dalam bahan isolasi tersebut
(Gambar 2.4), sehingga akan terisi oleh gas atau cairan yang kekuatan gagalnya
lebih rendah daripada di dalam zat padat. Di samping itu, konstanta dielektrik
di dalam rongga sering lebih rendah daripada dalam zat padat sehingga
intensitas medan dalam rongga lebih besar daripada intensitas dalam zat padat.
Oleh karena itu, mungkin saja akan terjadi
tegangan kegagalan di dalam rongga tersebut, meskipun pada waktu itu
diterapkan tegangan kerja normal pada zat padat.
Gambar 2.4
Pada waktu gas dalam rongga gagal,
permukaan zat isolasi padat merupakan katoda anoda. Benturan-benturan elektron
pada anoda akan mengakibatkan terlepasnya ikatan kimiawi zat padat. Demikian
pula, pemboman katoda oleh ion-ion positif akan mengakibatkan rusaknya zat
isolasi padat karena kenaikan suhu, yang kemudian mengakibatkan ketakstabilan
termal. Keadaan ini menyebabkan dinding zat padat lama kelamaan rusak, rongga
menjadi makin besar dan zat padat bertambah tipis. Proses ini disebut erosi dan
kegagalan yang diakibatkannya disebut kegagalan erosi.(SIBUEA)
0 komentar:
Posting Komentar